CARA KERJA

Copy Doc untuk Dokumentasi Microcopy yang Lebih Rapi

Himawan Pradipta
5 min readAug 2, 2021

Membuat microcopy untuk sebuah aplikasi bisa menjadi pekerjaan yang cukup stressful, setidaknya bagi saya. Apalagi jika jumlahnya cukup banyak. Aktivitas ini bisa jadi lebih menantang jika dokumentasinya berantakan: String atau kode copy tersebar di kolom percakapan atau di chat meeting.

Lebih parahnya lagi kalau tidak ada dokumentasi sama sekali. String copy hanya dibiarkan tergeletak di forum, email, dan di percakapan pribadi dengan engineer atau rekan kerja lain.

Sebagai hasilnya, ketika ada iterasi atau rilis aplikasi berikutnya yang membutuhkan revisi copy yang sudah ada, writer jadi harus menggulir layar percakapan yang sudah lewat atau mencari-cari orang yang ia ajak bicara dan meminta string-nya lagi.

Oleh karena itu, dokumentasi yang rapi dan mudah diikuti menjadi esensial bagi seorang UX writer. Dokumen ini yang kemudian menjadi satu-satunya rujukan untuk semua pihak relevan di kantor.

Saya sendiri biasa menyebutnya sebagai copy doc. Kependekan dari copy documentation. Fungsinya adalah untuk merekam semua pergerakan microcopy yang sedang dikerjakan untuk project tertentu.

“Semua pergerakan” di sini berarti entah itu copy-nya masih in progress, sudah selesai, dalam tahap review peer atau atasan, atau bahkan tidak jadi ditulis.

Pengetahuan akan pergerakan ini memudahkan writer untuk bisa melacak sudah sejauh mana effort yang ia lakukan untuk mengerjakan sebuah copy. Apalagi jika dalam satu project, jumlah copy yang dikerjakan cukup banyak (bisa mencapai puluhan).

Bayangkan dalam satu hari, misalnya, ia harus membuat banyak tulisan, maka copy doc ini akan memberikan transparansi dan memudahkannya dalam membuat prioritas.

Kira-kira copy mana ya yang perlu saya kerjakan duluan di hari ini?

Apakah harus semuanya selesai? Atau jangan-jangan bisa saya undur beberapa project jadi dua hingga tiga hari ke belakang?

Tidak hanya itu, memiliki copy doc sama dengan membangun sebuah sistem yang berfungsi untuk:

  • Membantu designer melacak copy yang dikerjakan berdasarkan screen di tool wireframing (Figma, Invision, Zeplin); dan
  • Membantu engineer meletakkan string atau kode copy untuk di-upload ke content management system.

Lalu, pertanyaan selanjutnya: Role apa saja yang akan terkena dampak dengan hadirnya copy doc ini?

Setidaknya ada tiga: Writer, designer, dan engineer.

Role lain (marketing, product) mungkin menggunakan copy doc ini hanya untuk keperluan melacak atau melihat perubahan copy dari waktu ke waktu.

Namun, tiga role tadi pasti akan selalu menggunakan copy doc ini sebagai rujukan utama dalam sebuah project. Ia juga yang akan menjadi single source of truth ketika ada yang bingung atau ingin meminta klarifikasi terhadap status copy tertentu.

Itulah mengapa direkomendasikan juga untuk membuat satu file untuk satu project saja, tidak dicampur jadi satu, karena akan menyulitkan navigasi.

Tapi, karena file-file-nya berarti akan banyak (jika memang project-nya juga banyak), cara menyiasatinya adalah dengan meletakkannya di dalam satu folder khusus berdasarkan kategori yang spesifik.

Kategori ini bisa periode waktu, nama departemen, atau apapun yang akan memudahkan pihak-pihak ini untuk mencari project yang bersangkutan.

Ini adalah contoh pengorganisasian copy doc berdasarkan kategori kuarter.

Pertanyaan lain: Siapa yang bertanggung jawab membuat copy doc ini?

Apakah harus selalu writer-nya?

Sebenarnya tidak juga.

Idealnya, menurut saya designer-nya. Karena dia lah yang membuat wireframe-nya dari awal. Dia juga yang paling tahu screen mana yang butuh copy baru dan mana yang tidak.

Proses kolaborasi ini tentu saja bisa diawali dari kesepakatan bersama antara writer dan designer di awal-awal. Keduanya harus setuju bahwa, misalnya, designer memberi tahu screen atau komponen mana saja yang butuh dibuatkan copy baru.

Ini dilakukan dengan membuat indikator seperti kotak merah atau komentar di tool wireframing-nya. Lalu, designer akan menge-tag nama writer untuk langsung dibuatkan copy-nya.

Selanjutnya, tool apa yang bisa digunakan untuk membuat copy doc?

Google Docs dan Google Slides adalah dua tool yang cukup efektif, menurutku.

Selain ramah pengguna, keduanya juga gratis (hehe). Ditambah, fitur-fitur di dalamnya juga memungkinkan untuk kolaborasi antaranggota tim.

Namun begitu, terlepas dari tool-nya apa, tiga elemen esensial yang perlu masuk dalam sebuah copy doc adalah:

  1. Screenshot UI;
  2. Draf copy; dan
  3. String/kode copy.
Contoh tabel copy doc. Ada kolom “String Status” jika butuh informasi seputar stringnya. Misalnya: “Baru ditambah,” “Sudah diupload” atau “Menggunakan string di rilis sebelumnya.” Kolom “Versi app” juga bisa ditambahkan jika butuh revisi atau iterasi di rilis berikutnya.

Kolom “Reason” sebenarnya opsional, namun sangat direkomendasikan. Karena ia tidak hanya melatih berpikir kritis, tetapi juga menunjukkan cara berpikir sebagai writer sampai akhirnya bisa menulis seperti itu.

Kolom ini juga lah yang pada akhirnya bisa menjadi argumen penyokong ketika rekan kerja bertanya soal proses menulis saya atau saat copy crit.

Tips Tambahan

Di satu sisi, membuat copy doc memang mempermudah dokumentasi. Di sisi lain, sebenarnya ada masalah baru, yaitu navigasi.

Katakan tool wireframing yang digunakan adalah Figma, dan copy doc-nya menggunakan Google Sheet. Meskipun sudah terdapat screenshot UI di dalam copy doc-nya, engineer tetap harus membuka dua jendela di laptopnya untuk menyocokkan layar yang ada di copy doc dengan layar di Figma.

Ini bisa jadi menguras tenaga dan memusingkan.

Sebagai workaround-nya, kita bisa meletakkan tautan di atas screen UI di Figma yang mengarahkan ke halaman copy doc.

Jadi, misalnya: Screen di Figma bernama “Onboarding.” Berarti, nama tab di copy doc-nya juga “Onboarding.”

Agar lebih mudah navigasinya, saya biasanya menggunakan angka di nama tab-nya, sehingga ketika engineer sampai di copy doc, mereka tahu harus membuka tab yang mana terlebih dahulu. Lihat contoh:

Ilustrasi tautan yang diletakkan di atas screen Figma yang sesuai dengan nama tab di copy doc. Jika menggunakan Google Docs, maka pastikan nama tautannya sesuai dengan yang tertulis di Table of Contents. (Tips: Buat satu heading untuk satu screen UI agar navigasinya lebih mudah).

Sebagai kesimpulan, memiliki copy doc adalah cara seorang writer untuk:

  • Merekam semua pergerakan atau perubahan copy yang sedang dikerjakan;
  • Menghindari komunikasi bolak-balik yang tidak perlu ketika butuh revisi copy yang sudah ada;
  • Mempermudah workflow antartim (khususnya writer-designer-engineer) dalam meng-upload microcopy ke content management system;
  • Mengasah keterampilan berpikir kritis dalam membuat reasoning; dan
  • Meningkatkan kredibilitas diri sendiri di hadapan para stakeholder, khususnya ketika sedang tahap copy review atau copy crit.

Selamat mencoba!

--

--

Himawan Pradipta

Content designer. UX writer. Living in West Jakarta. Catch me over coffee or after a good thriller movie, and let's see what happens after.